OPINI

Detail Opini Guru

MEMAHAMI MULTIKULTURALISME

Sabtu, 8 Februari 2025 03:27 WIB
2174 |   -

 

MEMAHAMI MULTIKULTURALISME[1]

Yoyok Adi Hermawan, S.Pd

  1. Pengantar

Bangsa Indonesia terdiri atas multi etnis, budaya, social, sehingga sering disebut sebagai bangsa yang multicultural.Keadaan seperti ini memerlukan pemahaman dalam konteks kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang multicultural.Pemahaman yang berdimensi multicultural harus dihadirkan untuk memperluas wacana pemikiran manusia yang selama ini masih mempertahankan “egoisme” kebudayaan.

Negara Indonesia merupakan Negara yang multikultur, hal ini ditandai oleh banyaknya pulau di Indonesia yaitu sekitar  13.000 pulau besar dan kecil[2]. Banyaknya pulau di Indonesia tersebut mempengaruhi pesebaran manusianya, sehingga berpengaruh pada munculnya keanekaragaman suku bangsa, bahasa, dan agama, serta kepercayaan yang berbeda.Jumlah suku bangsa di Indonesia hasil sensus yang dilakukan oleh BPS tahun 2010 terdapat 1.128 suku bangsa[3].Sedangkan bahasa daerah 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk[4].Agama yang diakui pun ada 6 agama; islam, Kristen, katolik, hindu, budha, konghuchu. Dari data tersebut menunjukkan bahwa budaya yang dimiliki oleh bangsa ini sangat banyak.Apalagi dilihat dari struktur masyarakatnya. Masyarakat Indonesia yang ditandai oleh cirinya yang bersifat unik, secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaa kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam[5].

Multikultur yang dimiliki bangsa ini dapat dilihat dalam dua sisi.Pertama, keadaan ini sebagai kekayaan yang patut dibanggakan dan dilestarikan. Namun pada sisi yang lain keadaan ini menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia tentang munculnya konflik social dan budaya. Untuk ituperlu managemen pada masyarakat untuk dapat memaknai dan memahami multikultur agar dapat merdam potensi konflik. Konflik yang pernah berkembang di Indonesia misalnya, konflik antara suku dayak dengan suku madura[6], kasus kerusuhan Poso, Pandeglang dll. Konflik yang terjadi ini menunjukkan bahwa perbedaan yang ada dianggap sesuatu hal yang aneh dan tidak bisa saling tolernasi atas perbedaan yang ada. Melihat keadaan seperti ini keberadaan multikultur menjadi sebuah bom waktu yang setiap saat siap meledak apabila ada pemicunya.

Isu tentang multikultur tidak hanya ada di Indonesia saja, tetapi juga menjadi isu yang sangat hangat dibicarakan di belahan dunia Barat.Lihat saja bagamana multicultural yang ada di inggris, Canada, Amerika, Swiss.Pada awalnya Negara-negara tersebut sangat diskriminasi terhadap kaum minoritas, namun sekarang dapat diterima dan dipahami bersama tentang keanekaragaman yang ada di Negara-negara tersebut.Kampanye tenatng multicultural yang ada di Negara tersebut memberikan ruang untuk berkembangnya multicultural. Negara tersebut mengizinkan atau bahkan menganjurkan keanekaragaman ras dan etnis. Kelompok minoritas dapat mempertahankan identitas budaya personal mereka, namun tetap dapat berpartisipasi dengan bebas dalam institusi sosial negara, mulai dari pendidikan sampai politik[7].Berkaca pada hidup damai dan kooperatif atas perbedaan yang ada di Negara barat tersebut perlu kiranya untuk dapat mengembangkan model pendidikan multicultural tersebut ke Indonesia.

 

 

  1. Definisi Multikulturalisme

Sebelum jauh melangkah membahasa menganai multicultural terlebih dahulu akan mendefinisikan apa itu multicultural. Sebenarnya agak sukar untuk mendefinisikan multicultural, dikarenakan terlalu luasnya cakupannya.secara etimologis, multikulturalisme merupakan gabungan dari tiga kata; multi (banyak), kultur (budaya), isme (paham/aliran)[8]. Penekanan multikulturalisme terletak pada kata budaya.Banyak para Antropolog maupun Sosiolog mendefinisikan kata budaya, misalnya Koentjaraningrat[9]. Namun pemahaman kebudayaan yang berkembang selama ini yang dimaksud dengan kebudayaan hanyalah pada kesenian atau suatu benda hasil cipataaan manusia.Pandangan ini kurang tepat, sebab kebudayaan terbagi atas kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan nonmaterial meliputi cara berfikir (kepercayaan, nilai), cara bertindak (pola perilakunya yang umum, termasuk bahasa, gerak isyarat, dan bentuk interaksi lain) suatu kelompok[10]. Berdasarkan pada pengertian tersebut berarti kebudayaan tidak hanya berkisar pada kesenian saja, melainkan bagaimana seseorang itu berfikir, bertindak dan berperilaku.

Dilihat dari etimologis tersebut berarti multikulturalisme adalah suatu paham mengenai begitu banyaknya perbedaan budaya baik material maupun non material, yang membutuhkan suatu pemahaman dan menghargai perbedaan yang ada sebagai sebuah kekayaan budaya. Sejalan dengan itu maka dapat konteks bermasyarakat dan berbangsa perlu mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik suku, ras, etnis, agama, sikap, cara berperilaku, serta cara berfikir. Apabila setiap komponen anggota masyakarat sudah menginternalized multikulturalisme, maka masyarakat yang berbeda-beda tersebut dapat hidup berdampingan dan menghormati setiap perbedaan yang ada akan terwujudlah masyarakat yang damai.  

 

  1. Fase Perkembangan Pendidikan Multikultural

Beberapa konsep tenantang multikultural antara lain : melting pot, tributaries, tapestry dan garden salad[11].

  1. Melting pot

Melt (cair) memberikan pengertian masyarakat yang berada dalam kondisi cair terhadap perbedaan yang ada. Mereka sadar bahwa diantara mereka terdapat perbedaan, namun mereka dapat membina hubungan yang beda tersebut menjadi hubungan yang haromis. Budaya-buda yang berbeda tersebut dapat berbaur menjadi satu, seperti cairan.

  1. Tributaries

Menggambarkan aliran sungai yang airnya merupakan campuran cari aliran sungai-sungai kecil lain. Aliran sungai itu menuju kerah yang sama, ke sebuah muara. Hal ini menggambarkan bahwa sungai itu merupakan lintasan dari sejumlah budaya yang terus mengalir.

Masayarakat yang dibangun dari beberapa individu memiliki karakteristik spesifik yang tidak dimiliki oleh individu lain. Keanekaragaman karakteristik spesifik ini mengarah pada suatu muara yaitu bercampurnya berbagai karakteristik. Bervariasinya karakteristik tersebut sebenarnya sebagai media aliran berkembangnya kebudayaan yang akan dibangun. Keberbedaan antar suku tetap dipandang memiliki arti yang berbeda, sehingga setiap perbedaan itu tetap dipertahankan meskipun berada pada tujuan yang sama untuk mengembangkan dan mempertahankan budaya masing-masing.

  1. Tapestry

Tapestry bagaikan dekorasi pakaian yang terbentuk dari sehelai benang. Konsep ini diambil untuk menggambarkan kebudayaan Amerika sebagai kebudayaan dekoratif.Kebudayaan Amerika ibarat selembar kain yang dijahit beraneka ragam benang.Analogi tersebut menggambarkan kalau kain yang digunakan hanya satu warna saja kurang begitu menarik, sehingga ada beberapa warna yang dimunculkan.

Masyarakat tidak cukup  hanya mengmbangkan budayanya sendiri, tetapi juga mesti mengmbangkan budaya lain agar tidak terpinggrikan dan posisinya semakin kuat.

 

  1. Garden salad/salad bowl

Kebudayaan ibarat mangkuk yang berisi campuran salad. Garden salad melukiskan kekuatan budaya AS yang dibentuk oleh campuran pasukan tempur dari berbagai budaya yang berbeda-beda dan dicampur kedalam sebuah pasukan campuran khusus dan elit.

Dalam prakteknya, meski kebudayaan yang berbeda tersebut hidup berdampingan, tetapi budaya masing-masing berdiri sendiri. Artinya bahwa mereka mementingkan kelompoknya  sendiri, tidak akan terjadi konflik apabila kkelompoknya tidak diganggu oleh kelompok lain. 

 

  1. Pendidikan Multikultural Di Keluarga

Keluarga mempunyai peran yang sangat sentral dalam rangka membentuk kepribadian seseorang.Sebab keluarga merupakan tempat sosialisasi yang pertama dan utama[12]. Seseorang akan dapat mengembangkan kepribadian yang multikulturalisme apabila didalam keluarga sudah disosialisasikan atau diajarkan tentang multikultural itu sendiri. Apabila sejak kecil anak sudah disosialisasikan, disimulasikan, kemudian diikuti dengan pelikau orang tua dan anak untuk dapat menghargai perbedaan yang ada didalam keluarga maka akan menginternalized pada diri anak. Orang tua perlu memberikan contoh kepada anak-anaknya mengenai bagaimana menghargai sebuah perbedaan dari hal yang kecil, misalnya dalam pengambilan keputusan  pemilihan warna cat rumah. Orang tua-anak bermusyawarah untuk berusaha menerima masukan dari kedua belah pihak.

Apabila ada anggota keluarga yang berbeda agama dan keyakinan, maka perlu adanya tindakan untuk dapat menghargai keyakinan masing-masing dan memberi kesempatan dan jaminan baginya untuk beribadah.Dibutuhkan rasa tolernasi dan empati didalam sebuah keluarga dalam rangka membangun keluarga yang multikulturalisme.

Penting sekali menciptakan keluarga yang memahami multikulturalisme. Sebab apabila sudah terbentuk pada diri tiap anggota keluarga dengan baik maka akan berkembang pada lingkungan sekitarnya. Penekanan yang penting dalam melatih untuk menjadi keluarga yang memahami multikulturalisme adalah dengan mengmebangkan sikap untuk menghargai setiap perbedaan sikap, nilai, keyakinan anggota keluarga merupakan sebuah hal yang wajar.

  1. Pendidikan Multikultural Di Sekolah

Sikap saling menerima, menghargai nilai, budaya, keyakinan yang berbeda tidak otomatis akan berkembang sendiri. Hal ini diperkuat, bahwa pada diri seseorang ada kecendrungan untuk mengharapkan orang lain meng”imitasi” dirinya. Sikap saling menerima dan menghargai akan cepat berkembang bila dilatihkan dan dididikkan pada generasi muda dalam sistem pendidikan nasional.

Kesadaran akan multikultural berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa. Pendidikan multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggan pada identitas pribadinya, artinya, memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dirinya yang ada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial anak. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnya.

Melalui pendidikan, sikap penghargaan terhadap perbedaan direncanakan dengan baik, generasi muda dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain, bahkdan dilatihkan dalam kehidupan sehari sehingga sewaktu mereka dewasa sudah punya sikap dan perilaku itu. jika cita ideal pendidikan seperti sikap itu dapat terwujud dihati sanubari dan perilaku bangsa maka itulah yang disebut dengan dengan pendidikan multikultural yang bermuara pada multikulturalisme.

Dalam rangka untuk menciptakan generasi muda yang mampu mempunyai sikap menghargai, menrima nilai, budaya, keyakinan, nilai yang berbeda-beda tersebut, maka perlu adanya sebuah gerakan yang real didalam lingkungan sekolah. Sebab sikap-sikap tersebut tidak akan terbentuk secara instan dan secara gradual, tetapi melalui sebuah proses.

Secara impilisit UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional telah mengamanahkan perlunya pendidikan multikultur didalam sebuah pembelajaran.Bahkan pada matapelajaran-matapelajaran, terutama ilmu sosial terdapat standar kompetensi tentang multikultur.Namun semua itu hanyalah sebuah “omong kosong” belaka apabila tidak diikuti dengan sebuah implementasi di dalam pembelajaran, baik itu dilingkungan sekolah maupun didalam kelas.Pemebalajaran tentang multikultur yang selama ini ada hanyalah berkutat pada pemahaman teori-teori saja.Mungkin ketika ulangan mendapatkan nilai yang baik karena dapat mengahafalkan materi tersebut.Namun apakahkita hanya butuh sebuah teori saja?Kalau itu yang dituju maka tujuan pendidikan kita gagal.Memang secara teori yang memuaskan apabila dilihat dari hasil ulangan.Tetapi bukan itu sesungguhnya yang dikehendaki pendidikan yang multikulturalisme.Perlu sebuah implementasi dan kegiatan-kegiatan ataupu simulasi disekolah dan dikelas untuk mengambangkan multikulturalisme.

Sekolah ataupun guru perlu mengadakan sebuah acara atau kegiatan[13] yang dapat menggambar multikulturalnya bangsa ini, mulai dari kebudayaan daerah, nilai-nili, keyakinan, sikap.Hal ini penting dalam rangka untuk mengenalkan kepada siswa tentang begitu banyaknya budaya yang dimiliki bangsa kita. Apabila sudah diajarkan atau dikenalkan maka anak akan tahu dan kemudian akan timbul rasa memiliki, selanjutnya akan ada rasa kebanggan untuk tetap melestarikan. Banyak sekali didengung-dengungkan pentingnya melestarikan budaya bangsa. Tetapi pertanyaan mendasarnya adalah, apakah kita tahu tentang apa saja budaya yang dimiliki bangsa ini? Bagaimana akan melestarikan kebudayaan ini apabila tidak diajarakan dan dikenalkan?

Melalui sebuah acara atau kegiatan yang didesain menggambarkan multikulural maka diharapkan pada diri siswa mulai mengenal kembali begitu banyak kebudayaan tersebut, karena multikultur maka kemudian ditanamkan pada siswa perlu adanya sikap multikulturalisme dalam rangka menjaga keutuhan budaya bangsa agar tidak terjadi konflik sosial-budaya.

Pembelajaran dikelas hendaknya juga me”setting” siswa untuk dapat memahami dan kemudian mampu mengembangkan multikulutralisme, baik itu untuk lingkungan sekolah mapun akan dikembangkan masyarakat. Implementasi lainnya adalah dengan memahami karakter dan latar belakang sosial budaya siswa yang berbeda-beda, meski berbeda-beda tetapi punya kesamaan sebagai warga negara indonesia yang mempunyai hak yang sama.

  1. Pendidikan multikultural di masyarakat

Pendidikan multikultural dimasyarakat seperti lebih sulit diterapkan, hal ini dikarenakan latar belakang sosial-budaya yang begitu kompleks. Mulai dari status sosil, pekerjaan, tingkat pendidikan, cara berfikir, perilaku, nilai yang dianut, agama, dll. Meskipun dirasa sulit namun masih memungkinkan untuk dilaksanakan.

Terkadang kita melihat budaya seseorang atau perilaku seseorang dengan membandingkan budaya yang dimiliki kita, sehingga sering terjadi perilaku etnosentrisme dan stereotip yang selajnutnya sering menimbulkan konflik.Padahal kita tidak bisa mengkur kebudayaan suatu masyarakat dengan kebudayaan kita.Dalam bahasa sosiologi dan antropologi sering sering disebut relativisme kebudayaan[14], yaitu fungsi dan arti dari suatu unsur berhubungan dengan lingkungan atau keadaan kebudayaannya[15].Sehingga untuk menilai budaya suatu masyarakat atau bangsa yang digunakan adalah ukuran masyarakat setempat.

Satu hal yang perlu ditanamkan tentang pendidikan multikultural yang ada dimasyarakat adalah sikap untuk mengakui bahwa perbedaan adalah sebuah realita normal didunia ini, bukan hal yang aneh, dan sudah menjadi keharusan untuk menerima orang lain dengan semua perbedaan budaya, agama, kelas sosial, kecendrungan seksual[16]. Adanya kelompok minoritas terkadang dintimidasi atau bahkan harus tunduk pada atauran yang dibuat oleh kelompok yang mayoritas, memaksakan kehendak kepada minoritas. Hak-hak minoritas tidak dijamin sesuai dengan undang-undang yang selama ini sering kita dengar , bahwa kesamaan hak dan kewajiban antar sesama warga negara. Kelak ketika multikulturalisme sudah berkembang setiap perbedaan, kelompok minoritas akan dihargai dan dihormati sehingga dapat hidup secara harmonis.

  1. Kesimpulan

Bangsa indonesia adalah bangsa yang multikultur, sehingga membutuhkan pemahaman yang matang tenatng multikulturalisme bagai setiap warganya. Hal ini  penting dalam rangka untuk bisa menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang ada sebagai sesautu hal yang wajar. Pendidikan multikulturalisme perlu diajarkan dan diimplemtasikan kedalam kehidupan sehari-hari mulai dari keluarga, sekolah, serta masyarakat agar kehidupan sosial lebih harmonis.Penilaian terhadap sebuah kebudayaan masyarakat tidak bisa menggunakan kebudayaan kita, sehingga untuk memahami kepada tersebut adalah dengan kebudayaan setempat. Jangan paksa mereka untuk memahami kita, tetapi bagaimana kita memahami mereka.

 

[1]Disampaikan pada acara diskusi ilmiah “One Day for Multiculture” di SMA N 1 Temanggung pada tanggal 27 April 2011.

 

[2]M. Ainul Yaqin M.Ed, Pendidikan Multikultur, Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta : Pilar Media, 2005, hal 4

[5]Lebih  jelas lihat tulisannya Dr. Nasikun,  Sistem Sosial Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005, hal 34

[6] Informasi tentang konflik yang terjadi di Kalimantan yang melibatkan antara suku dayak dan suku Madura didapat dilihat pada tulisannya; Giring, Madura Dimata Dayak dari Konflik ke Rekonsiliasi. Yogyakarta : galang press, 200. Pada tulisannya tersebut Giring berusaha mengnungkap dan menganalisis konflik yang ada dengan melihat permasalahan secara komprenhensip, dari perbedaan social budaya sampai pada stereotip yang berkembang didalam masyarakat tersebut. Meski Giring adalah orang dayak, tetapi beliau berusaha menganalisis secara obyektif.

[7] Prof. James M. Henslin, P.hD, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi edisi Enam jilid II , terj. Prof. Kamanto Sunarto, S.H, P.hD.  Jakarta : Erlangga, 2006, hal 16

[8]H.A.R.Tilaar dalam Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur, Rekonstruksi Sistem Pendidikan Berbasis Kebangsaan. Salatiga : STAIN Salatiga Press, 2007, hal 5

 

[9]Prof. Dr. Koentjaraningrat mendefinisikan Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Lihat Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Imu Antropologi Edisi Terbaru. Jakarta : Rineka Cipta, 2000, hal 180

[10] Prof. James M. Henslin, P.hD, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi edisi Enam jilid I, terj. Prof. Kamanto Sunarto, S.H, P.hD.  Jakarta : Erlangga, 2006, hal 38-39

[11] Alo Liliweri dalam Maslikhah, o.p.cit, hal 10-13

[12]Lihat bukunya Khoiruddin, Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberti, 2004. Keluarga setidaknya mempunyai tiga fungsi yang sangat sentral; fungsi biologis, fungsi afektif, fungsi sosialisasi

[13]Ide ini diilhami oleh Prof. Dr Farida Hanum, Msi pada beliau dari Amerika dalam rangka studi pengembangan model pendidikan multikultural di Amerika.Dicertikan oleh beliau bahwa ada sebuah SMA di Amerika, pada saat tertentu diadakan kegiatan “one week for multicultural”, dalam waktu satu minggu tersebut adalah kegiatan untuk multikulur. Siswa diminta untuk berpakaian adat asal mereka, membuat makan dari daerah masing-masing, diskusi dengan menggunakan cara pandang keyakinan mereka, tarian daerah masing-masing, dll. Meski mereka menapilkan sesuatu yang berbeda-beda, tetapi mempunyai satu kesamaan, misalnya makanan yang dibawa tiap siswa beda, tetapi kesamaannya adalah sama-sama makanan.

[14] Istilah lain yang sering digunakan adalah kenisbian kebudayaan, lihat  Carol R. Ember dan Melvin Rmber, Ed. T.O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal 13-16.

Pada tulisan tersebut Ember&Ember memberi contoh kebudayaan suku Indian Yanomamo

 

[15]Prof. Dr. Paul B. Horton dan Prof. Dr. Chester L. Hunt, Sosiologi Edisi Enam jilid I., terj. Aminuddin Ram, M.Ed dan Dra. Tita Sobari. Jakarta : Erlangga, 1984

 

[16] Hasil diskusi lewat email kepada Amika Wardana, M.A Dosen Sosiologi UNY, kandidat Doktor di Universitas Essex Colchester Inggris pada tanggal 28 maret 2011.


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini